Selasa, 18 Januari 2011

STRUKTUR DAN FUNGSI KELOMPOK PEMUDA/MAHASISWA SEBAGAI KEKUATAN SOSIAL POLITIK DI INDONESIA

a)    Struktur dan Fungsi Sosial Politik

Kata “Struktur” berasal dari bahasa Latin structum yang berarti “menyusun”, “membangun”, “mendirikan. Dan kata Structum diturunkan kata structura yang berarti “susunan” atau “bangunan”. Untuk bangunan sebuah gedung lebih umum dipakai istilah “konstruksi” yang berarti sebuah “kerangka” yang merupakan hasil hasil perpaduan bahan-bahan dari kayu atau besi menurut seni teknologi tertentu. Kerangka itu harus dibuat sehingga sanggup menopang bangunan lengkapnya. Kata “konstruksi” memang tak lazim dipakai untuk “bangunan” yang di sebut masyarakat. Istilah yang lazim untuk masyarakat,, bahkan sebagai istilah teknis ilmiah, ialah struktur sosial berarti “susunan masyarakat”.
Struktur sosial ialah skema penempatan nilai-nilai sosial-budaya dan organ-organ masyarakat pada posisi yang dianggap sesuai, demi berfungsinya organisme masyarakat sebagai suatu keseluruhan, dan demi kepentingan masing-masing bagian untuk jangka waktu yang relatife lama (Hendropuspito. 2000: 88). Struktur Sosial, yaitu jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial (Soleman. 1993: 47). Menurut Raymond Firth, struktur sosial adalah pergaulan hidup manusiameliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pula lembaga-lembaga di dalam mana orang banyak tersebut mengambil bagian (Soleman. 1993: 47).
Fungsi politik adalah peranan politik yang tiada lain merupakan tugas dan kewenangan atau hak dan kewajiban yang melekat dalam struktur tertentu baik yang secara formal dirumuskan dalam konstitusi maupun tidak dirumuskan yang semuanya itu dalam rangka mencapai tujuan sistem politik yang bersangkutan (Halking. 2009: 77).
Struktur Politik adalah pelaksanaan dari fungsi-fungsi atau peranan politik yang melekat dalam struktur tersebut. Dalam setiap struktur biasanya melekat didalamnya atau lebih fungsi atau satu fungsi dilaksanakan oleh lebih dari satu struktur. Hal ini akan mengingatkan kita akan salah satu ciri sistem politik yaitu dengan adanya hubungan fungsional antar struktur politik dan bersifat multifungsional yaitu setia fungsi politik ada satu atau lebih struktur politik yang melaksanakannya; atau satu struktur dapat melaksanakan satu atau lebih fungsi politik.
Adapun fungsi-fungsi politik, antara lain: sosialisasi politik, rekrutment politik, kontrol politik, partisipasi Politik, kepentingan politik, pemadu kepentingan politik, artikulasi kepentingan, komuniksi politik, pengendali konflik, kebijakan politik dan lain-lain.

b)    Kelompok-Kelompok Sosial dan Politik

Telah diterangkan sebelumnya bahwa hidup manusia selalu tergantung dengan manusia lainnya dalam memenuhi ketiga hajat hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya kelompok-kelompok sosial dan politik di dalam kehidupan manusia, kerena manusia tidak dapat hidup secara mandiri. Kelompok-kelompok sosial dan politik merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur, sehingga daripadanya diharapkan adanya pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka (Narwoko & Suyanto. 2006: 23).
Mengenai pembagian kelompok sosial dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe yang dapat ditinjau dari beberapa sudut atau berdasarkan atas bebagai kriteria atau ukuran. Kelompok sosial politik yang ada dalam pemuda/mahasiswa yaitu yang berdasarkan atas derajat organisasinya dibedakan menjadi kelompok formal (formal group) (Narwoko & Suyanto. 2006: 24).
Adapun hal-hal yang menguntungkan terhadap individu (Narwoko & Suyanto. 2006: 26), yaitu:
1.      Dapat menunjang sifat-sifat baik manusia serta memberikan kekuasaan dan dorongan kepada individu, sehingga dapat mengurangi sifat-sifat individu yang lemah.
2.      Dapat mempertebal ketergantungan individu terhadap kelompoknya.
3.      Semua hal didasarkan pada perasaan, artinya reaksi-reaksi yang diperlihatkan oleh masing-masing individu dalam kelompok didasarkan atas perasaan.

Sedangkan hal-hal yang dapat membantu kelompok sosial dan politik ini terdapat individu antara lain (Narwoko & Suyanto. 2006: 26):
1.      Dapat memperbesar rasa loyalitas
2.      Dapat memberikan pegangan terhadap individu, agar supaya tidak mengalami kebingungan dan frustasi.

Kelompok formal merupakan organisasi kelompok yang mempunyai  peraturan yang tegas dan sengaja dibuat oleh anggota-anggotanya untuk ditaati serta untuk mengatur hubungan anggota-anggotanya. Karena merupakan organisasi resmi, maka dengan sendirinya dikenal adanya struktur organisasinya, sehingga terdapat hierarki di antara anggota-anggota kelompok oleh kerana terdapat pembatasan tugas dan wewenang. 

c)     Pemuda/Mahasiswa

a.      Pemuda

Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafeta pembagunan secara terus menerus (Hartomo. 2004: 109).
Pada generasi ini mempunyai permasalahan-permasalahan yang sangat bervariasi, di mana jika permasalahan ini dapat diatasi secara proposional maka pemuda akan kehilangan fungsinya sebagai penerus pembangunan. Berbagai permasalahan, pemuda memiliki potensi-potensi yang melekat kepada dirinya. Oleh karena itu, berbagai potensi positif yang dimiliki generasi muda ini harus digarap, dalam arti pengembangan dan pembinaan generasi muda di dalam jalur-jalur pembinaan yang tepat serta senantiasa bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional bagaimana terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV.
Seorang pemuda harus mampu menseleksi berbagai kemungkinan yang ada sehingga mampu mengendalikan diri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat, dan tetap mempunyai motivasi sosial yang tinggi (Hartomo. 2004: 110).
Peran pemuda di dalam masyarakat dapat dibedakan atas dua hal (Hartomo. 2004: 124), Yaitu:
a)      Peranan pemuda yang didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tututan lingkungannya.
                                                       I.            Peranan pemuda sebagai individu-individu yang meneruskan tradisi mendukung tradisi.
                                                    II.            Peran pemuda sebagai individu-individu yang berusaha menyesuaikan diri, baik dengan orang-orang atau golongan-golongan yang berusaha mengubah tradisi.
b)      Peranan pemuda yang menolak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berdasarkan peranannya pemuda dibedakan atas:
                                                       I.            Jenis pemuda urakan: jenis pemuda yang tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat, tidak ingin untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam budaya, akan tetapi ingin kebebasan bagi dirinya sendiri, kebebasan untuk menentukan kehendak dirinya sendiri.
                                                    II.            Jenis pemuda nakal: pemuda-pemuda inipun tidak ingin, tidak berniat dan tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat ataupun kebudayaan, melainkan berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tindakan yang mereka anggap menguntungkan dirinya tetapi merugikan mesyarakat.
                                                 III.            Jenis pemuda radikal: pemuda-pemuda radikal berkeinginan untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat dan budaya secara radikal, revolusioner.

Tugas pemuda masa depan dan sekarang tidak bisa lepas kaitannya dengan tugas sejarah yang besar, yang sedang digumuli oleh seluruh bangsa kita, yakni pembangunan. Mengacu pada “Masa depan adalah milik pemuda”, maka penataan kehidupan pemuda mutlak diperlukan dipersiapkan secara matang dengan senantiasa berorientasi pada pencapaian tujuan Nasional.
Cara-cara yang ditempuh pemuda dalam sosialisasi sebagaimana diuraikan, maka berbagai media sosialisasi yang dipergunakan pemuda harus ditata dan dipersiapkan sedemikaian rupa sehingga mampu menyiapakan pemuda yang benar-benar siap meneruskan perjuangan generasi sebelumnya, siap untuk menerima tonggak-tonggak kepemimpinan generasi tua, dan mampu melanjutakan estafet pembagunan secara terus menerus hingga mencapai tujuan Nasional.
Proses sosialisasi itu berjalan denga baik dan untuk menghindari terjadinya “krisis” dalam proses sosialisasi tersebut, maka beberapa hal perlu diperhatikan (Hartomo. 2004: 137):
Pertama, adanya “satu bahasa” tentang materi sosialisasi.
Kedua, adanya keteladanan dari generasi keteladanan tua, khususnya dari para pemimpin masyarakat yang terlibat langsung.
Ketiga, adanya campur tangan Pemerintah yang lebih luas dalam proses sosialisasi, bukan hanya melalui pendidikan formal saja, tetapi memalui jalur organisasi luar sekolah seperti kepramukaan, Organisasi Pemuda dan lain-lain.

b.     Mahasiswa

Kekuatan Politik Anomie/Anomik
Kelompok kepentingan anomik merupakan kelompok kepentingan yang sedikit banyak bersifat spontan dalam melancarkan pengaruhnya terhadap sistem politik seperti riots (huru hara), demonstrasi, pembunuhan, dan sebagainya yang tidak jelas identitas pelakunya (Halking. 2009: 97).
Perkembangan dunia pendidikan setelah tahun lima puluhan, memperluas kesempatan mengecap pendidikan . dalam tahun 1940, hanya 2.360.228 orang Indonesia yang memperoleh pendidikan di berbagai sekolah yang ada. Dan tidak kurang setengah juta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
Bagi partai politik, perkembangan jumlah mahasiswa dilihat sebagai kekuatan pontensial karena itu menjelang pemilihan umum tahun 1955 partai-partai politik meningkatkan kegiatannya dikalangan mahasiswa dalam rangka memperoleh dukungan. Hal ini sering menimbulkan masalah baru bagi universitas, sebab sejak itu percaturan politik baik nasional maupun daerah mulai mempengaruhi kehidupan kampus. Tumbuh pengotakan mahasiswa yang didasarkan kepada ideologi, yang mempertajam ikatan-ikatan kesukuan, agama, daerah, dan sebagainya (Sanit. 2003: 77).
Sampai tahun 1965, organisasi-organisasi mahasiswa yang berafiliasi kepada partai seperti GMNI, (kepada PNI), CGMI (kepada PKI), PMII (kepada NU), SEMMI (kepada PSII), MMI (menyokong Masyumi sebelum dibubarkan), selalu aktif di dalam kegiatan-kegiatan partai politik seperti perayaan ulang tahun, pawai, rapat umum yang disponsori partai, dan sebagainya.
Mendampingi faktor lingkungan seperti yang dibicarakan di atas, karakteristik dari mahasiswa sendiri merupakan faktor pendodorng pula bagi meningkatnya peranan meraka di dalam kehidupan politik angkatan muda (Sanit. 2003: 78):
1.      Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horizon yang luas di antara keseluruhan untuk lebih mampu bergerak di antara lapisan mesyarakat.
2.      Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang di antara angkatan muda. Adalah nyata bahwa “hubungan antara sekolah dengan sosialisasi politik merupakan hal yang baru. Disamping oleh sosialisasi politik yang berafilisai kepada salah satu partai politik, maupun bukan; maka mahasiswa merupakan kelompok dari angkatan muda yang mempunyai pengetahuan sosial dan politik yang relatif banyak.
3.      Kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa.
4.      Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan masyarakat dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
5.      Meningkatkan kepemimpinan mahasiswa di kalangan angkatan muda tidak lepas daripada perubahan kecendrungan orientasi universitas.

Faktor-faktor pendorong mahasiswa untuk terjun kedunia politik tidaklah terpisah dari unsur-unsur penyebab politik angkatan muda. Umumnya mahasiswa yang aktif berpolitik adalah mereka yang berpandangan pesimis mengenai kemungkinan untuk memperoleh posisi yang baik di dalam masyarakat. Kebanyakan dari mereka berasal dari lapisan yang menengah sedang dan rendah.
Di dalam hal ini tidak begitu banyak pengaruh kekhususan pergaulan mahasiswa di dalam kampus, yang sudah kurang memperhatikan dasar-dasar primodial dan pelapisan masyarakat. Oleh karena itu bagi mahasiswa golonganini, jalan yang relatif singkat untuk melampaui semua hambatan sosial tersebut ialah dengan memasuki lapangan politik.
Faktor idelisme yang merupakan pendorong bagi kegiatan politik mahasiswa pada umumnya. Kebebasan mengemukakan pendapat, berkumpul dan kehidupan yang tidak jauh sekali bedanya dengan lapisan atas masyarakat, sudah tertekan dan menyentuh rasa idelisme mahasiswa; maka keseluruh mahasiswa merasa terajak untuk melakukan aktivitas politik.
Kalau pandangan di atas lebih bertolak dari bagaimana mahasiswa menilai situasi, maka perlu pula diperhatikan hubunagan antara penialian tersebut dengan susasana lingkungan mahasiswa itu sendiri. Pada awal sistem politik Demokrasi Terpimpin, kepercayaan masyarakat terhadap kepempimpinan Presiden Soekarno dan sistem politik yang dibinanya cukup tinggi. Sungguhpun terjadi ketidakpercayaan daerah terhadap kepemimpinan Preseiden Soekarno di dalam tahun 1959 yang tercetus di dalam pembentukan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat dan PERMESTA di Sulawesi Utara, namun PNI dan PKI, begitu pula Angkatan Bersenjata sebagai kekuatan politik utama yang dipergunakan oleh Soekarno untuk mendasari sistem Demokrasi Terpimpin, tidak merestui ketidak puasan tersebut. Dan krisis kepercayaan terhadap kepempinan Soekarno sendiri sampai dengan kepada puncaknya pada waktu ia tidak mampu lagi mengendalikan situasi. Pada waktu itu mahasiswa muncul menyampaikan hatinurani masyarakat melalui kegiatan politik yang banyak mempergunakan kegiatan fisik berupa demonstrasi. Dengan lain perkataan, mahasiswa terjun ke arena politik jika terdapat “situasi anomi yang kuat” di dalam masyarakat. Mendorong kegiatan politik mahasiswa di sekitar pergantian sistem politik Demokrasi Terpimpin kepada sistem politik Demokrasi Pancasila. Di samping itu perlunya TNI/AD sebagai kekuatan politik yang mengimbangi PKI, akan sokongan kekuatan politik sipil untuk memperkokoh konsolidasi politiknya; merupakan peluang pula bagi aktivitas politik mahasiswa yang terpusat dalam KAMI pada waktu itu. Satu hal yang perlu diperhatikan di dalam proses politik di Indonesia dewasa ini ialah bahwa di samping sebagai saluran untuk mengetengahkan situasi dan keinginan masyarakat, aktivitas politik mahasiswa dilihat pula sebagai salah satu ukuran kepuasan masyarakat (Sanit. 2003: 89).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar